Saturday, April 30, 2016

Jumlah Rosul

TERNYATA JUMLAH RASUL TERKANDUNG DALAM LAFAZ "MUHAMMAD"

Jika kita bicara sosok Rosulullah shollallahu 'alaihi wa sallam, maka tidak akan pernah habis kita ungkapkan. Begitu banyak keistimewaan yang Allah anugerahkan kepada beliau. Semoga sholawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada beliau, keluarganya, dan para shohabatnya, serta bagi orang-orang yang senantiasa mengikutinya sampai akhir zaman. Aamiin.

Tahukah anda, bahwa jumlah para rosul itu terkandung dalam lafazh "Muhammad" (محمد) ??? Maka kali ini kita akan mengungkap rahasia di balik lafazh tersebut.

Perlu kita ketahui, sebelum ada angka-angka 1, 2, 3, 4, 5, dan seterusnya, manusia menggunakan simbol-simbol untuk menyatakan suatu jumlah tertentu. Kita mengenal angka romawi I untuk melambangkan angka 1, atau V untuk melambangkan angka lima, atau X untuk melambangkan angka 10.

Begitu pula dengan huruf-huruf Arab, setiap hurufnya mengandung simbol angka tertentu.

Berikut daftar simbol-simbol angka tersebut:

ﺃ = 1; ب= 2; ج = 3; د = 4; ﻫ = 5 ; و = 6; ز = 7; ح = 8; ط = 9; ي = 10; ك = 20; ل = 30; م = 40; ن = 50; س = 60; ع = 70; ف = 80; ص = 90; ق = 100; ر = 200; ش = 300; ت = 400; ث = 500; خ = 600; ذ = 700; ض = 800; ظ = 900; غ = 1000

Susunan huruf diatas bukan berdasarkan urutan yang kita kenal, yaitu a ba ta tsa', dst, akan tetapi berdasarkan susunan "Abjad" seperti yang terlihat dalam urutan di atas (ﺃ, ب , ج , د = dibaca "Abjad"). Dan itu semua berasal dari bangsa Arab terdahulu.

Sekarang, mari kita hitung jumlah angka yang terkandung pada lafazh محمد. Hitungan ini sudah pernah dilakukan oleh Syaikh al-Malawi yang telah dikutip oleh Imam al-Bajuri (wafat 1277 H):

"Syaikh al-Malawi berkata: "Sebagian ulama telah beristinbath dari nama mulia ini (Muhammad) bahwa ia mengandung jumlah para rosul, yaitu 314. Di dalam kata محمد, terdapat 3 mim. Huruf mim jika dijabarkan, maka terdapat huruf م ي م (dari kata ميم). Satu م bernilai 40 dan ي bernilai 10. Maka dalam satu huruf mim bernilai 90. Dalam kata محمد, terdapat 3 huruf mim, maka totalnya 90 x 3 = 270. Kemudian ia terdapat huruf ha' yang jika dijabarkan, terdapatح dan ﺃ (dari kata ﺤﺄ). Maka dalam huruf ha' bernilai 8 + 1 = 9. Begitu juga huruf dal, terdapat د ا ل, maka nilanya 4 + 1 + 30 = 35. Jika dijumlahkan semuanya, maka totalnya 270 + 9 + 35 = 314. Maka pada nama beliau yang mulia itu, terdapat isyarat bahwa semua kesempurnaan yang ada pada seluruh rosul, semuanya ada pada diri beliau." Selesai perkataan Syaikh al-Malawi.

Oleh karena itu, sebagian ulama bersyair:

ﺇن شئت عدة رسل كلها جمعا * محمد سيد الكونين من فضلا
خذ لفظ ميم ثلاثا ثم حا و كذا * دال تجد عددا للمرسلين علا

"Jika engkau menghendaki jumlah sekalian rosul, Maka dia telah dikumpulkan dalam lafazh Muhammad yang merupakan pemimpin dunia dan akhirat, yakni Nabi yang memiliki keutamaan.

Ambillah huruf mim tiga kali, kemudian huruf ha' dan begitu juga huruf dal, Niscaya engkau dapatkan jumlah para rosul itu."

(Hasyiyah al-Bajuri 'ala Kifayatil 'Awam, halaman 17 – 18)

Jumlah di atas sesuai dengan yang dinyatakan oleh Syaikh Zainuddin al-Malibari dalam kitabnya, Fathul Mu'in:

"Telah shohih sebuah hadits bahwasannya jumlah para nabi 'alaihimus sholatu was salam adalah 124.000 sedangkan jumlah para rosul adalah 315 (314 + Nabi Muhammad)."

(Fathul Mu'in lis Syaikh Zainuddin al-Malibari, halaman 33)

Begitulah keistimewaan Rosulullah shollallahu 'alaihi wa sallam. Semua kesempurnaan yang ada pada seluruh rosul, ada pada diri beliau shollallahu 'alaihi wa sallam. Oleh karena itu, janganlah pernah bosan untuk senantiasa bersholawat dan merindukan beliau. Semoga kita semua termasuk yang diberi syafa'at oleh beliau di hari akhir nanti. Aamiin.

Oleh zafrullah zafrullah

Wallahu`alam

Allahumma shalli alaih


Terkirim dari Samsung Mobile

Monday, April 18, 2016

Kebudayaan Islam Nusantara

ISLAMISASI KEBUDAYAAN DAN KEMAJUAN PERADABAN ISLAM DI NUSANTARA


SEJARAH dan tradisi kegamaan Muslim di sekitar ranta Melayu-Nusantara menghadapi dua tantangan. Pertama, dalam frame pemikiran orientalis, kedatangan Islam di Nusantara dianggap tidak membawa kemajuan dalam pemikiran orang-orang Nusantara. Bahkan orientalis lebih menampilkan kisah-kisah mitologi daripada karya intelektual bangsa Nusantara.

Kisah-kisah para ulama Jawa dahulu dan Wali Songo, misalnya dikreasi dengan menonjolkan unsur mitologi dari pada unsur keilmuan dan intelektual. Kedua, kultur dan tradisi kegamaan yang tumbuh serta membudaya di kalangan Muslim Nusantara disangkut-pautkan dengan budaya non-Ahlus Sunnah bahkan juga dikaitkan dengan kultur non-Islami (Hindu).

Prof. Dr. Tatiana Dannisova, pakar sejarah Melayu, berpendapat bahwa karya-karya pemikir dan ulama Melayu-Nusantara 'dipinggirkan' oleh orientalis karena beberapa sebab. Pertama, tidak banyak dari orientalis yang faham tulisan pegon (atau dikenal huruf Arab-Jawi). Teks-teks Melayu banyak menggunakan tulisan pegon. Kedua, banyak teks-teks yang hilang pada zaman penjajahan. Sehingga tidak banyak yang diketahui. Ketiga, Karya-karya Melayu di Nusantara diremehkan oleh orientalis, dianggap hanya karya sastra, hikayat mitologis yang minus falsafah dan ilmu pengetahuan (Tatiana Dannisova, Refleksi Historiografi Alam Melayu, hal.5 ).

Padahal, karya tulis klasik ulama Nusantara sangat kaya dengan falsafah dan ilmu. Meskipun nama hurufnya adalah Arab-Jawi, namun penggunaannya tidak hanya di sekitar pula Jawa. Namun menyeluruh di daerah-daerah yang terislamkan. Seperti Sumatra, semenanjung Malaka, Kalimantan, dan Jawa.

Kononnya, para Wali Songo di tanah Jawa pertama-tama menggunakannya sebagai tulisan dalam pelajaran agama. Sehingga, dikatakan tulisan tersebut terkenal dengan nama Arab-Jawi.

Risalah Tasawuf Hamzah Fansuri, Hikayat Hang Tuah, Hikayat Raja Pasai,Karya Kiai Shaleh Darat, sebagian karya KH Hasyim Asy'ari (sebagian besarnya ditulis dengan bahasa Arab) dan karya-karya ulama Jawa lainnya memakai huruf Arab-Jawi. Di pesantren-pesantren Nusantara dari dulu hingga kini masih mempertahankan tradisi menulis Arab-Jawi dalam pelajaran agama.
Karya-karya tersebut bukan karya mitologis, tapi karya tersebut ada yang bertema metafisika, adab, falsafah dan lain-lain.

Budaya ilmu dalam bentuk karya tulis dengan kualitas tinggi sudah meluas di kawasan Sumatra dan Jawa. Keagungan sebuah peradaban ditandai dengan meningkatnya budaya tulis. Prof. Syed Muhammad Naquib al-Attas mengatakan:

"Abad-abad ke-enam belas dan ke-tujuh belas suasana kesuburan dalam penulisan sastera falsafah, metafizika dan teologi rasional yang tiada terdapat tolak bandinganya di mana-mana dan di zaman apa pun di Asia Tenggara. Penterjemahan al-Qur'an yang pertama dalam bahasa Melayu telah diselenggarakan beserta syarahannya yang berdasarkan al-Baydawi; dan terjemahan-terjemahan lain serta syarahan-syarahan dan karya-karya asli dalam bidang falsafah, tasawuf dan ilmu kalam semuanya telah diselenggarakan pada zaman ini juga" (Syed Muhammad Naquib al-Attas,Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu, hal.45).

Sementara, peradaban Hindu-Budha tidak melahirkan karya ilmu pengetahuan dan filsafat. Dua peradaban ini banyak mewariskan candi dari batu. Ajaran Hindu hanya berkembang kuat di kalangan raja-raja, tidak sampai melekat dalam alam pikiran rakyat jelata. Menurut Syed al-Attas, Hindu lebih menampilkan kesenian dan perkara-perkara estetik daripada saintifik. Kisah-kisah yang lahir pada peradaban Hindu bernuansa dongeng mitologis (khayalan). Al-Attas berpendapat, tiada seorang pun dari Hindu Melayu atau Budha Melayu yang diketahui mencul sebagai ahli pikir atau filsuf terkenal.

Namun, oleh orientalis Belanda, mereka disanjung dan dipopulerkan dengan tujuan membenamkan sejarah intelektualisme Muslim Nusantara pada abad silam. Padahal, dari Sumatra dan Jawa, lahir pemikir-pemikir Muslim terkenal. Tidak hanya di Nusantara tapi juga bertaraf internasional.

Hamzah Fansuri, asal Aceh, seorang ahli tasawuf dan filsafat Islam disebut sebagai orang yang pertama yang menggunakan bahasa Melayu dengan secara rasional dan sitematis-filosofis. Ia pernah melakukan perjalanan intelektual dari Asia Tenggara, India hingga Timur Tengah.

Setelah itu, di Aceh lahir pemikir besar di bidang ilmu Kalam, Nuruddin al-Raniri. Seorang Mufti Besar Sultan Iskandar II.

Menurut al-Attas, al-Raniri menulis sekitar 22 buah judul buku. Karya terkenalnya dalam bidang teologi adalah Durr al-Fara'id, terjemahan bahasa Melayu dari Syarah Aqa'id al-Nasafiyah oleh Syeikh Taftazani. Kitab akidah yang ditulis oleh Syaikh Umar al-Nasafi, ulama bermadzhab Hanafi. Kitab yang diterjemah al-Raniri ini berisi asas-asa akidah dan prinsip epistemologi Islam.
Beberapa ulama Muslim yang diakui internasional adalah Syaikh Nawawi al-Jawi al-Bantani, Syaikh Yasin al-Fadani, Syaikh Mahmud al-Tirmasi dan lain-lain yang karyanya dicetak dan dipelajari di Timur Tengah.

Kitab Tuhfatu al-Nafis, ditulis Raja Ali Haji dari Riau mengandung cerita tentang ilmu astronomi. Ditulis di dalamnya: " … Raja Ahmad itu pergi berulang-ulang mengaji ilmu falakiyah … kepada Syaikh Abd al-Rahman Misri di dalam Betawi itu" (Tatiana Dannisova, Refleksi Historiografi Alam Melayu, hal.64).

Dan masih banyak lagi karya-karya ilmu pengetahuan di Nusantara. Pada masa abad ke-16 hingga zaman akhir penjajahan Belanda, Pesantren menjadi basis Islamisasi. Tradisi menulis pegon sangat kuat. Beberapa Kiai Jawa pada zaman kolonialisasi Belanda bahkan mengharamkan menulis dengan huruf latin. Dan menekankan menggunakan huruf pegon agar berbeda dengan kaum penjajah.

Salah satu warisan yang sangat besar jasanya adalah metode memaknai kitab Arab dengan bahasa Jawa dan Sunda dengan kaidah-kaidah tertentu yang sengaja diciptakan sehingga ketika kiai mendiktekan makna, para santri sambil belajar gramatika Arabnya. Seperti istilah-istilah "utawi","iku","ing", "nyatane", "apane", dan lain-lain yang merujuk kepada istilah gramatika bahasa Arab. Metode ini dianggap memudahkan pelajar untuk menguasai kaidah bahasa Arab.

Aksara pegon tersebut merupakan murni kreasi ulama Jawa Sunni, tidak ada pengaruh budaya Syiah. Ada ahli sejarah berpendapat bahwa aksara pegon merupakan pengaruh Persi. Mungkin saja ada pengaruh, namun Persi bukan identik Syiah.

Sebagian besar wilayah Persi dikuasai Syiah pada abad ke-16 oleh Dinasti Shafawi. Sebelum itu Persi adalah Sunni. Sementara Islam telah jauh berkembang di Nusantara sebelum abad ke-16. Apalagi aksara tersebut bersih dari unsur-unsur Syiah.

Prof. Tatiana juga mengatakan naskah-naskah dan budaya Melayu berwujud tradisi Sunni-Syafi'iyah yang sejak awalnya tersebar di semenanjung Malaka, Sumatra dan Jawa. Kata beliau, tidak terdapat unsur Syiah apa pun di dalamnya (Refleksi Historiografi Alam Melayu, hal. 122).

Justru menurut Kiai Muda NU (Nadlatul Ulama), M. Idrus Ramli, kultur Muslim Indonesia adalah melawan Syiah. Ia berpendapat, bacaan pujian-pujian shalawat misalnya, yang dibaca sebelum shalat di Musholla (Surau) yang berisi pujian kepada Abu Bakar, Umar dan Utsman adalah untuk membentengi Muslim Sunni-Syafii dari Syiah.

Jika ada tradisi yang dikatakan berasal dari Hindu, oleh para ulama Jawa telah diislamkan. Sehingga wujud dan esensinya menjadi Islam. Islamisasi dilakukan melalui alam pikir dan bahasa bukan benda fisik. Islamisasi tetap dengan mengasaskan prosesnya pada tradisi para ulama salaf shalih.

Kehadiran Islam di Nusantara berlangsung sistematis, gradual dan terencana. Revolusi besar kebudayaan Melayu-Indonesia menjadi Islam melalui tradisi keilmuan tanpa kekerasan. Muslim Nusantara akan menjadi bangsa besar yang berperadaban agung dan intelek jika mengapresiasi dan meneruskan kembali estafet perjuangan para pendahulunya.

-A. Kholili.H


Terkirim dari Samsung Mobile

Monday, April 4, 2016

Habib Mundzir al Musawwa

Pengalaman Habib Munzir Al Musawa ketika hadir di Haul Akbar Dua Wali Besar kota malang
🔶🔶🔶🔶🔶🔶

Habib Munzir berkisah :Ahad 21 Juni 2009, selepas subuh dan dzikir saya meluncur ke Bandara Soekarno hatta menuju Malang Jawa Timur keberangkatan Garuda pk 6.30 pagi, tidak lain karena panggilan keluhuran untuk menghadiri Haul Al Al Hafidh Al Musnid Alhabib Abdullah bin Abdulqadir Balfaqih, dan haul ayahandanya yaitu Al Hafidh Al Musnid Alhabib Abdulqadir bin Ahmad Balfaqih, penerbangan lancar dan tepat waktu, perjalanan Jakarta Malang ditempuh dalam waktu 1.25 menit, dalam perjalanan saya melihat Kekarnya Gunung Bromo dari atas pesawat dan pemandangan indah lainnya yg sangat cocok untuk tamasya dan tafakkur alam walau hanya dari atas pesawat.Saya tiba pk 8.00 pagi di Bandara Angkatan Udara Abdurrahman Saleh, Malang Jawa TimurSaya singgah terlebih dahulu di kediaman Hb Husein Mauladdawilah yg sangat dekat dg posisi acara, lalu meneruskan ke acara diMa;had Darul Hadits Alfaqihiyyah yg dihadiri lebih dari 50 ribu hadirin dari pelbagai wilayah, Denpasar, Jakarta, Malaysia, Banjarmasin, Madura, dan banyak lagi.Acara demi acara berlanjut, sampai waktu menunjukkan pk 11.15 wib, saya direncanakan untuk memberikan ceramah pula, namun saya melihat teriknya matahari siang itu, lebih lagi waktu sudah mulai mencapai puncak panas, saya merasa kurang berkenan menyampaikan tausiah,Namun panitya tetap meneruskan rencananya agar saya menyampaikan tausiyah, saya menuju podium dg hati yg galau, hadirin tentu sudah kepanasan, bagaimana saya menyampaikan tausiah pula, namun ketika saya mulai berdiri di podium, seakan akan dihadapan saya muncul dua matahari yg sangat terang benderang dan dua matahari itu membentuk wajah Al Hafidh Al Musnid Alhabib Abdullah dan ayahandanya.Maka semua rencana materi yg akan saya sampaikan hilang, saya hanya terus mengikuti lisan untuk berbicara sekenanya tentang indahnya dua matahari tsb, (dua ulama agung tsb) pewaris Matahari Risalah, sayyidina Muhammad saw.Putra Mahkota dari Al Habib Abdullah Balfaqih adalah Assayyid Abdulqadir, Assayyid Muhammad, dan Assayyid Abdurrahman, ketiganya hadir dan menyemerakkan acara tsb.Diantara penjelasan dalam ringkasan Manakib yg dibacakan adalah bahwa Alhabib Abdullah dan ayahnya (alaihima Rahmatullah) adalah Mursyid Thariqah Alawiyyah, maka murid muridnya pun dituntun untuk mengikuti Thariqah Alawiyyah, yg sejalan dg Alqur'an dan sunnah.Acara selesai beberapa menit sebelum adzandhuhur, ribuan massa mengerubuti karung dosa ini., dan saya kembali ke kediaman hb Husein Mauladdawilah dg tubuh seakan hancur sebab kerubutan massa, Hb Husein menyediakan kamar khusus, saya berwudhu dan saya rasakan air yg sangat sejuk, makaselepas wudhu saya rebahkan diri di kamar tsb krn kelelahan dan kira kira 50 menit terlelap , saya keluar kamar dan sudah ditunggu banyak tamu yg ingin beramah tamah sesaat dan foto bersama, lalu pk 13.30 wib menuju Bandara Abdurrahman Saleh untuk kembali ke Jakarta.Risalah ini saya tulis diatas ketinggian ribuan meter dari permukaan, disampingku gumpalan gumpalan awan dan gunung gunung kokoh sebagai lambang kekuatan Allah swt, bagaikan para wali Allah dan Ulama yg bagaikan gunung gunung penguat ummat, sebagai lambang kekuatan Allah swt di dunia dan akhirat.Rabbiy Munajat dan Doaku untuk para putramahkota yg menjadi tonggak tonggak harapan di Ma'had Darul Hadits Al Faqihiyah, Alhabib Abdulqadir bin Abdullah, Alhabib Muhammad bin Abdullah, Alhabib Abdurrahman bin Abdulllah, jadikan mereka pelopor kebangkitan pembenahan dakwah Sayyidina Muhammad saw di wilayah Malang khususnya dan diseluruh wilayah muslimin,Rabbiy sungguh dua matahari Mu disana telah kau pulangkan ke pangkuan Kasih Sayang Mu, namun jadikan rahmat Mu yg terbit pada kami dari keberadaan mereka tetap abadi pada kami, menuntun kami menuju keluhuran dan kebahagiaan, dunia dan akhirat, amiinAmiin.


Terkirim dari Samsung Mobile